PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK DAN STRES KERJA TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI PADA PETUGAS BANDARA USIA 40 TAHUN KEATAS DI SENTANI
TAHUN 2010
Oleh
RETNO ASIH
NIM : 06 903 325
ABSTRAK
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan angka kesakitan yang tinggi. Pada tahun 2007 penyakit hipertensi berpotensi menyebabkan kematian sebesar 4,6 persen. Prevalensi Hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah 31,7 persen.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya hipertensi antara lain kebiasaan merokok dan stress kerja serta untuk mengetahui faktor mana yang lebih dominan berpengaruh terhadap kejadian hipertensi pada petugas Bandara Sentani usia 40 tahun keatas. Jenis penelitian ini adalah case control dengan pendekatan restrospektive. Populasi 50 orang dengan 31 orang sebagai kasus dan 19 orang sebagai kontrol. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan alat sphygmomanometer (tensimeter). Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner dan pengukuran tekanan darah, sedangkan data sekunder diambil dari kantor Bandara Sentani. Data yang diperoleh dalam penelitian ini di uji dengan menggunakan statistik uji Chi-Square dengan derajat kemaknaan (α) = 0,05 dan untuk mengetahui variabel mana yang lebih dominan digunakan analisis multivariate.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara kebiasaan merokok (p = 0,023 dengan OR = 5,192) dan stress kerja (p = 0,002 dan OR = 11,769) terhadap kejadian hipertensi pada petugas bandara usia 40 tahun keatas di Sentani. Sedangkan dari kedua variabel tersebut stress kerja (p = 0,005) yang merupakan variabel yang lebih dominan dibandingkan dengan kebiasaan merokok (p = 0,029) sehingga stress kerja lebih berpengaruh terhadap kejadian hipertensi pada petugas bandara usia 40 tahun keatas di Sentani.
Kata kunci : Hipertensi, kebiasaan merokok, stress kerja
INFLUENCE OF SMOKING HABITS AND JOB STRESS HYPERTENSIVE 40-YEAR-OLD AIRPORT SECURITY TO TOP 2010
By
RETNO ASIH
Student reg. Number : 06 903 325
ABSTRACT
Hypertension is one of disease that result in high morbidity. In 2007 hypertensive disease potentially causing the death of 4,6 percent. Prevalence of hypertensive in the population aged 19 years and over in Indonesia was 31,7 percent.
This study aims to find out causes of hypertension, among others, work stress and smoking habits and to find out where a more dominant factor affecting the incidence of hypertension at Sentani airport workers age years and over. The kind of study is case control with retrospective approach. The population is 50 person and 31 person as the cases and 19 persons as the control. Instrumental that used in this study is a questioner and tensimeter tools (Sphygmomanometer). Primary date obtained through questionnaire dissemination and blood pressure measurement, whereas secondary date taken of airport security office. Data who obtained of this study tested by use statistical Chi-square test and degree of significance (α) = 0,05 and find out which variabel more than potential used the multivariate analysis.
The result of study showed that there were influence between smoking habit ( p = 0,023 with OR = 5,192 ) job stress ( p = 0,002 and OR = 11, 769 ) affected the incidence of hypertension at sentani airport workers age years and over in Sentani. Whereas from the both of variable is job stress ( p = 0,029 ) so that more job stress influenced the incidence of hypertension at the sentani airport workers ages 40 years and over in Sentani.
Key words : Hypertension, Smoking Habits, Job Stress
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang melimpahkan Rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1. Prof. DR. B. Kambuaya, M.BA, Rektor Universitas Cenderawasih
2. Drs. A. L Rantetampang, M.kes, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Cenderawasih.
3. Novita Medyati, SKM, M.Kes Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Cenderawasih
4. Hasmi, SKM, M.Kes, Ketua Peminatan Epidemiologi atas arahannya selama ini.
5. Drs. Willy Manugan, M.Kes dan Dra. Endang Sri Mulyanie, M.si. Dosen Pembimbing I dan Dosen Pembimbing II yang telah rela meluangkan waktu, memberikan masukan serta arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Semua dosen penguji yang memberikan masukan dan arahan guna penyempurnaan penulisan skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu dosen serta Staf Administrasi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Cenderawasih.
8. Kepala Bandar Udara Sentani yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengumpulkan data dan petugas bandara sentani yang telah membantu memberi data guna penyelesaian skripsi ini.
9. Kedua orang tuaku (Sumardi dan Ruti) yang sabar dan tulus mendoakan serta selalu menyayangi dan mensuportku baik selama mengikuti kuliah maupun dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Kakak-kakakku Martini dan Yatman, Suwarjo SH dan Hanny Handayani SH, Jarwadi SE dan Tryas Pujilestari, Eni Yuni Ati SE yang telah mendukung setiap langkahku dengan doa dan harapannya.
11. Keluarga Juyadi SE dan Nona R. I. Promonodewi SE serta Keluarga Tamba yang mendukung serta membimbingku selama di Jayapura.
12. Sahabat-sahabat terbaikku Una, Mia, Fajrin, Rika, Nela, Azet, Kak Nur, Sol’ex’10 (Kak Yanti, Kak Agu, Dyllo, Yodi, Rabi), Kak Santi, Ostin, Yan, Econ, Adhel, Dewi dan Tia terimakasih atas persahabatan yang telah kalian berikan kepadaku semoga kita selalu kompak sampai kakek nenek.
13. Teman-teman Epidemiologi Angkatan 2006 dan transfer Angkatan 2008 suatu kebanggaan bisa belajar menjadi seorang epidemiolog bersama-sama kalian. Salam sandal bolong.
14. Teman-teman seangkatanku Angkatan 2006 sungguh indah kebersamaan selama 4 tahun ini dalam meraih cita-cita kita. Miss you all.
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, atas bantuan dan kerjasama yang diberikan dalam penelitian.
Akhirnya harapan penulis, semoga skripsi ini menjadi sumber inspirasi bagi yang membacanya, terutama teman-teman seperjuangan dan rekan-rekan yang sempat membaca karya ini. Amin.
Jayapura, Juli 2010
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan angka kesakitan yang tinggi. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang member gejala yang akan berlanjut ke suatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan hipertrofi ventrikel kanan/left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan organ target di otak berupa stroke, hipertensi menjadi penyebab utama stroke yang membawa kematian yang tinggi (Bustan, 2007:60).
Prevalensi hipertensi di seluruh dunia, diperkirakan sekitar 15-20%. Hipertensi lebih banyak menyerang pada usia setengah baya pada golongan umur 55-64 tahun. Hipertensi di Asia diperkirakan sudah mencapai 8-18% pada tahun 1997, hipertensi dijumpai pada 4.400 per 10.000 penduduk. Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995, prevalensi hipertensi di Indonesia cukup tinggi, 83 per 1.000 anggota rumah tangga, pada tahun 2000 sekitar 15-20% masyarakat Indonesia menderita hipertensi (Departemen Kesehatan RI:2003).
Prevalensi hipertensi di Indonesia mengalami kenaikan dari tahun 1988–1993. Prevalensi hipertensi pada laki-laki dari 134 (13,6%) naik menjadi 165 (16,5%), hipertensi pada perempuan dari 174 (16,0%) naik menjadi 176 (17,6%) (Suheni, 2007).
Menurut Pajario banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) dan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor). Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) seperti keturunan, jenis kelamin, ras dan umur. Sedangkan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor) yaitu olahraga, makanan (kebiasaan makan garam), alkohol, stres, kelebihan berat badan (obesitas), kehamilan dan penggunaan pil kontrasepsi (Suheni, 2007).
Dari hasil Riskesdas 2008, prevalensi perokok setiap hari tertinggi di Indonesia yaitu Provinsi Bengkulu sebesar 29,5 % sedangkan Provinsi Papua sebesar 22 %. Berdasakan data SIRS 2007, penyakit hipertensi mempunyai potensi menyebabkan kematian sebesar 4,6 %.
Hasil Riskesdas 2008 prevalensi Hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah 31,7 %. Menurut provinsi, prevalensi tertinggi di Kalimantan Selatan 39,6 % dan terendah di Papua Barat 20,1 %.
Menurut Sani hubungan merokok dengan kesehatan juga dapat dibuktikan oleh SKRT Depkes 1986 dan 1992 dimana terlihat jelas peningkatan proporsi kematian akibat penyakit kardiovaskuler yaitu tahun 1986 sebesar 9.7% dan tahun 1992 sebesar 16,4 %. Menurut Departemen Kesehatan melalui pusat promosi kesehatan menyatakan Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok tertinggi.
Di Papua, khususnya hasil observasi awal di Bandara Sentani diketahui bahwa petugas bandara yang laki-laki adalah perokok atau mempunyai kebiasaan merokok meskipun tidak dilakukan di tempat kerja. Selain itu lingkungan, beban kerja yang tinggi dan waktu kerja yang banyak bila dihubungkan dapat menyebabkan petugas mengalami kelelahan dan dapat menyebabkan stress kerja. Stress kerja ini akan memicu peningkatan tekanan darah.
B. Perumusan Masalah
Apakah ada pengaruh antara kebiasaan merokok dan stress kerja terhadap kejadian hipertensi pada petugas bandara usia 40 tahun ke atas di Sentani.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh antara kebiasaan merokok dan stress kerja terhadap kejadian hipertensi pada petugas bandara usia 40 tahun ke atas di Sentani.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khususnya yaitu:
a. Untuk mengetahui pengaruh kebiasaan merokok terhadap resiko kejadian hipertensi pada petugas bandara usia 40 tahun ke atas di Sentani.
b. Untuk mengetahui pengaruh stress kerja terhadap kejadian hipertensi pada petugas bandara usia 40 tahun ke atas di Sentani.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain :
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi para petugas bandara agar meminimalkan kebiasaan merokok untuk menghindari kejadian hipertensi pada petugas bandara diusia 40 tahun ke atas.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi petugas Bandara Sentani dalam mencegah penyakit hipertensi.
3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan menambah wawasan mengenai pengaruh kebiasaan merokok dan stress kerja dengan kejadian hipertensi pada petugas bandara usia 40 tahun ke atas .
4. Diharapkan penulis mampu menerapkan disiplin ilmunya di lapangan khususnya dalam materi Epidemiologi dan penyakit tidak menular.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini merupakan hasil pemikiran penulis berdasarkan latar belakang masalah, kemudian dari latar belakang ditentukan judul “Pengaruh Kebiasaan Merokok dan Stres Kerja Terhadap Kejadian Hipertensi pada Petugas Bandara Usia 40 Tahun ke atas di Sentani Tahun 2010”.
Penelitian ini mirip dengan penelitian yang pernah dilakukan diantaranya :
1. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Hipertensi Pada Laki-Laki Usia 40 Tahun ke Atas di Rumah Sakit Daerah Cepu Tahun 2007 oleh Yuliana Suheni
Persamaanya :
a. Meneliti kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada usia 40 tahun ke atas.
b. Meneliti menggunakan metode penelitian case control (kasus kontrol)
Perbedaanya :
a. Tempat penelitian dan responden penelitian yang terdahulu yaitu laki-laki usia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Cepu, sedangkan penelitian sekarang yaitu petugas bandara di Sentani.
b. Variabel bebas dalam penelitian yang dilakukan oleh Yuliana Suheni hanya kebiasaan merokok, sedangkan variabel bebas dalam penelitian yang penulis lakukan selain kebiasaan merokok juga stress kerja.
c. Penelitian yang sekarang menggunakan SPSS versi 16 untuk menganalisis data.
2. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kebiasaan merokok pada Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 3 Jayapura Tahun 2009 oleh Utami Pambudi
Persamaannya :
a. Meneliti pengaruh kebiasaan merokok.
b. Menggunakan metode penelitian case control (kasus kontrol).
c. Pengolahan data menggunakan analisis chi-square dan SPSS versi 16.
Perbedaannya :
a. Tempat, responden dan waktu penelitian yaitu penelitian yang dilakukan oleh Utami Pambudi bertempat di SMP Negeri 3 Jayapura tahun 2009 sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan yaitu pada petugas bandara di sentani tahun 2010.
b. Variabel penelitian ini yaitu menggunakan stress kerja selain menggunakan kebiasaan merokok.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Hipertensi
1. Definisi Hipertensi
Menurut Sustrani hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Suheni, 2007).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut kesuatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan hipertrofi ventrikel kanan/left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan organ target di otak berupa stroke, hipertensi menjadi penyebab utama stroke yang membawa kematian yang tinggi (Bustan, 2007:60).
Menurut Hull hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir tidak konstan pada arteri. Dari definisi-definisi di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa hipertensi adalah suatu keadaan di mana tekanan darah menjadi naik karena gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Suheni, 2007).
2. Kriteria dan Klasifikasi Hipertensi
Menurut Pajario banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) dan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor). Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) seperti keturunan, jenis kelamin, ras dan umur. Sedangkan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor) yaitu olahraga, makanan (kebiasaan makan garam), alkohol stres, kelebihan berat badan (obesitas), kehamilan dan penggunaan pil kontrasepsi (Suheni, 2007).
Menurut WHO (World Health Organization) batas normal tekanan darah adalah 120–140 mmHg sistolik dan 80–90 mmHg diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya > 140 mmHg tekanan sistolik dan 90 mmHg tekanan diastoliknya.
Tabel 1
Klasifikasi hipertensi menurut WHO/ISH
Klasifikasi | Sistolik (mmHg) | Diastolik (mmHg) |
Normotensi Hipertensi Ringan Hipertensi perbatasan Hipertensi sedang dan berat Hipertensi sistolik terisolasi Hipertensi sistolik perbatasan | <140 140-180 140-160 >180 >140 140-160 | <90 90-105 90-95 >105 <90 <90 |
Sumber: Suheni, 2007
Menurut Rabin dan Kumar peninggian tekanan sistolik tanpa diikuti oleh peninggian tekanan diastolik disebut hipertensi sistolik terisolasi (isolated sytolic hypertension). Hipertensi sistolik terisolasi umumnya dijumpai pada usia lanjut, jika keadaan ini dijumpai pada masa dewasa muda lebih banyak dihubungkan sirkulasi hiperkinetik dan diramalkan dikemudian hari tekanan diastoliknya juga ikut meningkat. Batasan ini untuk individu dewasa diatas umur 18 tahun, tidak dalam keadaan sakit mendadak. Dikatakan hipertensi jika pada dua kali atau lebih kunjungan yang berbeda didapatkan tekanan darah rata-rata dari dua atau lebih pengukuran setiap kunjungan, diastoliknya 90 mmHg atau lebih, atau sistoliknya 140 mmHg atau lebih. Sedangkan menurut 2 JNC VII (Seventh Join National Committee) 2003 tekanan darah pada orang dewasa dengan usia diatas 18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi stadium I apabila tekanan sistoliknya 140–159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90–99 mmHg, stadium II apabila tekanan sistoliknya lebih 160 mmHg dan diastoliknya lebih dari 100 mmHg sedangkan hipertensi stadium III apabila tekanan sistoliknya lebih dari 180 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih dari 116 mmHg (Suheni, 2007).
Tabel 2
Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah Orang Dewasa Dengan Usia Diatas 18 Tahun Menurut The Sixth Report Of The Joint National Committee On
Prevention Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure
Klasifikasi tekanan darah | Tekanan Sistolik dan Diastolik (mmHg) |
Normal | <120 dan <80 |
Prehipertensi | 120-139 atau 80-89 |
Hipertensi Stadium I | 140-159 atau 90-99 |
Hipertensi stadium II | >160 atau >100 |
Hipertensi stadium III | > 180 atau > 110 |
Sumber: Suheni, 2007
Tekanan darah tinggi pada umumnya didefinisikan sebagai tingkat yang melebihi 140/90 mmHg yang dikonfirmasikan pada berbagai kesempatan. Tekanan darah sisitolik, yang berupa angka yang diatas, mewakili tekanan dalam arteri saat jantung berkontraksi dan memompa darah ke dalam peredarannya. Tekanan diastolik, yang berupa angka bawah, mewakili tekanan dalam arteri saat jantung santai setelah kontraksi. Oleh karena itu tekanan diastolik mencerminkan tekanan minimal yang dikenakan pada arteri-arteri tersebut (Gardner, 2007:9).
Klasifikasi hipertensi menurut kausanya dibagi menjadi dua sekunder dan primer (esensial). Hipertensi primer merupakan hipertensi yang penyebab spesifiknya tidak diketahui. Sekitar 30% penyebab hipertensi esensial dapat dikaitkan dengan faktor-faktor genetik. Sedangkan hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang penyebab tertentunya diketahui. Klasifikasi hipertensi menurut ganguan tekanan darah dibagi menjadi dua yaitu sistolik dan diastolik. Hipertensi sistolik yaitu hipertensi yang disebabkan oleh peninggian tekanan darah sistolik saja sedangkan hipertensi diastolik yaitu hipertensi yang disebabkan oleh peninggian tekanan diastolik. Klasifikasi beratnya atau tingginya peningkata tekana darah dibagi menjadi tiga yaitu hipertensi ringan, hipertensi sedang dan hipertensi berat (Bustan, 2007:61).
1. Patogenesis
Dimulai dengan atherosklerosis, gangguan struktur anatomi pembuluh darah peripher yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah. Kekakuan pembuluh darah disertai dengan penyempitan dan kemungkinan pembesaran plaque yang menghambat gangguan peredaran darah peripher. Kekakuan dan kelambanan aliran darah menyebabkan beban jantung bertambah berat yang akhirnya dikompensasi dengan peningkatan upaya pemompaan jantung yang memberikan gambaran peningkatan tekanan darah dalam sistem sirkulasi (Bustan, 2007:61).
Menurut Beevers tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tekanan perifer. Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tekanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah seperti asupan garam yang tinggi, faktor genetik, stres, obesitas, faktor endotel. Selain curah jantung dan tahanan perifer sebenarnya tekanan darah dipengaruhi juga oleh tebalnya atrium kanan, tetapi tidak mempunyai banyak pengaruh (Suheni, 2007).
2. Tinjauan Tentang Faktor Risiko Hipertensi
a. Faktor Keturunan atau Gen
Faktor-faktor genetika dianggap memainkan peranan penting dalam perkembangan hipertensi esensial. Namun demikian, gen-gen untuk hipertensi belum teridentifikasi (gen adalah kromosom sangat kecil yang menghasilkan protein-protein yang menentukan karakteristik individu). Penelitian terakhir dalam bidang ini difokuskan pada faktor-faktor genetik yang mempengaruhi sistem Renin-Angiostensin-Aldosterone. Sistem ini membantu mengatur tekanan darah dengan mengendalikan keseimbangan garam dan kesehatan (keadaan elastisitas) arteri (Gadner, 2007:14).
Sekitar 30 % penyebab hipertensi esensial dapat dikaitkan dengan faktor-faktor genetik. Pada orang-orang yang salah satu atau kedua orang tuanya menderita hipertensi, tekanan darah tinggi dua kali lebih tinggi pada populasi secara umum. Jarang sekali gangguan genetik tertentu yang tidak biasa yang mempengaruhi kelenjar-kelenjar adrenal bias menyebabkan hipertensi (Gadner, 2007:14).
b. Faktor Berat Badan (Obesitas atau Kegemukan)
Ada hubungan antara berat badan dan hipertensi, bila berat badan meningkat di atas berat badan ideal maka risiko hipertensi juga meningkat. Penyelidikan epidemiologi juga membuktikan bahwa obesitas merupakan ciri khas pada populasi pasien hipertensi. Pada penyelidikan dibuktikan bahwa curah jantung dan volume darah sirkulasi pasien obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal dengan tekanan darah yang setara (Muhammadun, 2010:59).
Cara mudah untuk mengetahui termasuk obesitas atau tidak yaitu dengan mengukur Indeks Masa Tubuh (IMT) Rumus untuk IMT adalah berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan dikuadratkan (m2). Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia menurut Depkes RI dalam Supariasa (2001:60) adalah sebagai berikut:
Tabel 3
Kategori Ambang Batas IMT
| Kategori | IMT |
Kurus | Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan | < 17,0 17,0-18,5 |
Normal |
| 18,5-25,0 |
Gemuk (obesitas) | Kelebihan berat badan tingkat ringan Kelebian berat badan tingkat berat | >25,0-27,0 <27 |
Sumber:(Depkes RI dalam Supariasa 2001:61)
c. Stres Kerja
Stress pada pekerjaan cenderung menyebabkan terjadinya hipertensi berat. Stress yang terlalu berat dapat memicu terjadinya berbagai penyakit misalnya sakit kepala, sulit tidur, tukak lambung, hipertensi, penyakit jantung dan stroke (Muhammadun, 2010:47).
d. Faktor Jenis Kelamin (Gender)
Menurut Sustrani wanita penderita hipertensi diakui lebih banyak dari pada laki-laki. Tetapi wanita lebih tahan dari pada laki-laki tanpa kerusakan jantung dan pembuluh darah. Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada wanita. Pada pria hipertensi lebih banyak disebabkan oleh pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan. Sampai usia 55 tahun pria beresiko lebih tinggi terkena hipertensi dibandingkan wanita. Menurut Edward D. Frohlich seorang pria dewasa akan mempunyai peluang lebih besar yakni satu di antara 5 untuk mengidap hipertensi (Suheni, 2007).
e. Faktor Usia
Tekanan darah cenderung meningkat seiring bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga semakin besar. Pada umumnya penderita hipertensi adalah orang-orang yang berusia 40 tahun namun saat ini tidak menutup kemungkinan diderita oleh orang berusia muda. Boedhi Darmoejo dalam tulisannya yang dikumpulkan dari berbagai penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa 1,8%-28,6% penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi (Suheni, 2007).
Menurut Kaplon 1985 pria yang berusia < 45 tahun dinyatakan hipertensi jika tekanan darah berbanding 130/90 mmHg atau lebih, sedangkan yang berusia > 45 tahun dinyatakan hipertensi jika tekanan darah 145/95 mmHg atau lebih (Suheni, 2007).
f. Faktor Asupan Garam
WHO (1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari (sama dengan 2400 mg Natrium). Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap tekanan darah (Atmatsier, 2004:64).
Garam merupakan faktor penting dalam patogensis hipertensi. Asupan garam kurang dari 3 gram/hari prevalensi hipertensinya rendah, sedangkan asupan garam antara 5-15 gram/hari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan terhadap hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (Muhammad, 2010:70).
g. Kebiasaan Merokok
Menurut Smith dan Tom kebiasaan merokok, minum-minuman beralkohol dan kurang olahraga serta bersantai dapat mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Rokok mempunyai beberapa pengaruh langsung yang membahayakan jantung. Apabila pembuluh darah yang ada pada jantung dalam keadaan tegang karena tekanan darah tinggi, maka rokok dapat memperburuk keadaan tersebut. Merokok dapat merusak pembuluh darah, menyebabkan arteri menyempit dan lapisan menjadi tebal dan kasar (Suheni, 2007).
h. Aktivitas Fisik (Olahraga)
Menurut Arjatmo dan Hendra kurangnya melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi (Suheni, 2007).
3. Pengukuran Tekanan Darah
Menurut Sustrani tekanan darah diukur dengan menggunakan alat tensimeter (sphygmomanometer) dan steteskop. Ada tiga tipe dari spygmomanometer yaitu dengan menggunakan air raksa atau (merkuri), aneroid, dan elektronik. Tipe air raksa adalah jenis spygmomanometer yang paling akurat. Tingkat bacaan dimana detak tersebut terdengar pertama kali adalah tekanan sistolik. Sedangkan tingkat dimana bunyi detak menghilang adalah tekanan diastolik. Spygmomanometer aneroid prinsip penggunaanya yaitu menyeimbangkan tekanan darah dengan tekanan dalam kapsul metalis tipis yang menyimpan udara didalamnya (Suheni, 2007).
Sebelum mengukur tekanan darah yang harus diperhatikan yaitu :
a. Jangan minum kopi atau merokok 30 menit sebelum pengukuran dilakukan.
b. Duduk bersandar selama 5 menit dengan kaki menyentuh lantai dan tangan sejajar dengan jantung (istirahat).
c. Pakailah baju lengan pendek.
d. Buang air kecil dulu sebelum diukur, karena kandung kemih yang penuh dapat mempengaruhi hasil pengukuran.
Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan pada pasien setelah istirahat yang cukup, yaitu sesudah berbaring paling sedikit 5 menit. Pengukuran dilakukan pada posisi terbaring, duduk, dan berdiri sebanyak 2 kali atau lebih dengan interval 2 menit. Ukuran manset harus cocok dengan ukuran lengan atas. Manset harus melingkari paling sedikit 80 % lengan atas dan lebar manset paling sedikit 2/3 kali panjang lengan atas, pinggir bawah manset harus 2 cm diatas fosa cubiti untuk mencegah kontak dengan stetoskop (Gunawan, 2001:9).
4. Kebiasaan Merokok
Merokok adalah mengisap gulungan tembakau yang dibungkus kertas (Kamus Besar bahasa Indonesia, 1990:752). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok adalah teman, kepribadian dan iklan (Muhammadun, 2010:64).
Menurut Smith dan Tom kebiasaan merokok, minum-minuman beralkohol dan kurang olahraga serta kurang bersantai dapat mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Rokok mempunyai beberapa pengaruh langsung yang membahayakan jantung. Apabila pembuluh darah yang ada pada jantung dalam keadaan tegang karena tekanan darah tinggi, maka rokok dapat memperburuk keadaan tersebut. Merokok dapat merusak pembuluh darah, menyebabkan arteri menyempit dan lapisan menjadi tebal dan kasar (Suheni, 2007).
Menurut Mustafa dampak rokok akan terasa setelah 10–20 tahun pasca digunakan. Dampak asap rokok bukan hanya untuk si perokok aktif (Active smoker), tetapi juga bagi perokok pasif (Pasive smoker). Orang yang tidak merokok atau perokok pasif, tetapi terpapar asap rokok akan menghirup 2 kali lipat racun yang dihembuskan oleh perokok aktif. Bila sebatang rokok dihabiskan dalam sepuluh kali isapan maka dalam tempo setahun bagi perokok sejumlah 20 batang (1 bungkus) per hari akan mengalami 70.000 kali isapan asap rokok (Suheni, 2007).
Menurut Pdpersi (Pusat Data dan Informasi-Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia) 2003 seseorang dikatakan perokok jika telah menghisap minimal 100 batang rokok. Merokok dapat mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri, banyak penyakit yang telah terbukti menjadi akibat buruk merokok baik secara langsung maupun tidak langsung. Tembakau atau rokok paling berbahaya bagi kesehatan manusia. Rokok secara luas telah menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Menurut Departemen Kesehatan Dalam Gizi dan Promosi Masyarakat, Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok yang tinggi. Variasi produk dan harga rokok di Indonesia telah menyebabkan Indonesia menjadi salah satu produsen sekaligus konsumen rokok terbesar di dunia (Suheni, 2007).
Menurut Sitepoe rata- rata merokok yang dilakukan oleh kebanyakan laki-laki dipengaruhi oleh faktor psikologis meliputi rangsangan sosial melalui mulut, ritual masyarakat, menunjukkan kejantanan, mengalihkan diri dari kecemasan, kebanggaan diri. Selain faktor psikologis juga dipengaruhi oleh faktor fisiologis yaitu adiksi tubuh terhadap bahan yang dikandung rokok seperti nikotin atau juga disebut kecanduan terhadap nikotin (Suheni, 2007).
a. Kategori Perokok
1) Perokok Pasif
Perokok pasif adalah orang-orang yang tidak merokok, namun menjadi korban perokok karena turut menghisap asap sampingan (di samping asap utama yang dihembuskan balik oleh perokok) (Jaya, 2009:69). Menurut Wardoyo (1996) asap rokok yang dihembusan oleh perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif, lima kali lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali lebih banyak mengandung tar dan nikotin (Suheni, 2007).
2) Perokok Aktif
Menurut Bustan perokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari isapan perokok atau asap utama pada rokok yang dihisap (mainstream). Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perokok aktif adalah orang yang merokok dan langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun lingkungan sekitar (Suheni, 2007).
b. Jumlah Rokok Yang Dihisap
Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per hari. Jenis perokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu :
1) Perokok Ringan
Disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang per hari.
2) Perokok Sedang
Disebut perokok sedang jika menghisap 10 – 20 batang per hari.
3) Perokok Berat
Disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang (Bustan, 2007:210).
Menurut Sitepoe bila sebatang rokok dihabiskan dalam sepuluh kali hisapan asap rokok maka dalam tempo setahun bagi perokok sejumlah 20 batang (satu bungkus) per hari akan mengalami 70.000 hisapan asap rokok. Beberapa zat kimia dalam rokok yang berbahaya bagi kesehatan bersifat kumulatif (ditimbun), suatu saat dosis racunnya akan mencapai titik toksis sehingga akan mulai kelihatan gejala yang ditimbulkan (Suheni, 2007).
c. Lama Menghisap Rokok
Berdasarkan survey yang dilakukan Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia tahun 2006 yang dilakukan terhadap remaja berusia 13-15 tahun, sebanyak 24,5 % remaja laki-laki dan 2,3 % remaja perempuan merupakan perokok, 3,2 % diantaranya sudah kecanduan bahkan, yang lebih mengkhawatirkan 3 dari 10 pelajar mencoba merokok sejak di bawah usia 10 tahun (Jaya, 2009:32).
Menurut Sitepoe merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik 10–25 mmHg dan menambah detak jantung 5–20 kali per menit. Menurut Mustafa dampak rokok akan terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan. Dampak rokok bukan hanya untuk perok aktif tetapi juga perokok pasif (Suheni, 2007).
d. Cara Menghisap Rokok
Cara manghisap rokok dapat dibedakan menjadi :
1) Begitu menghisap langsung dihembuskan (secara dangkal)
2) Ditelan sampai ke dalam mulut (dimulut saja).
3) Ditelan sampai di kerongkongan (isapan dalam)
(Bustan, 2007:210)
e. Jenis Rokok
Di Indonesia pada umumnya, rokok dibedakan menjadi beberapa jenis, perbedaan ini berdasarkan :
1) Rokok berdasarkan pembungkus
Rokok berdasarkan pembungkus dibagi 4 yaitu klobot, kawung, sigaret dan cerutu. Klobot adalah rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung. Kawung adalah rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren. Sigaret adalah rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas. Cerutu adalah rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau.
2) Rokok berdasarkan bahan baku
Berdasarkan bahan baku atau isi, rokok dibedakan menjadi 3 yaitu rokok putih, rokok kretek dan rokok klembak. Rokok putih adalah rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. Rokok kretek adalah rokok yang bahan bakunya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. Rokok klembak adalah rokok yang bahan bakunya berupa daun tembakau, cengkeh dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
3) Rokok berdasarkan proses pembuatannya
Berdasarkan proses pembuatannya, rokok dibedakan menjadi 2 yaitu Sigaret kretek Tangan (SKT) dan Sigaret Kretet Mesin (SKM). Sigaret kretek Tangan (SKT) adalah rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana. Sigaret Kretet Mesin (SKM) adalah rokok yang proses pembuatannya menggunakan mesin.
4) Rokok berdasarkan penggunaan filter
Berdasarkan penggunaan filter, rokok dibedakan menjadi 2 yaitu Rokok Filter (RF) dan Rokok Non Filter (RNF). Rokok Filter (RF) adalah rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus. Rokok Non Filter (RNF) adalah rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus (Jaya, 2009:15).
f. Bahan – Bahan Yang Terkandung Dalam Rokok
Pada saat rokok dihisap komposisi rokok yang dipecah menjadi komponen lainnya, misalnya komponen yang cepat menguap akan menjadi asap bersama-sama dengan komponen lainnya terkondensasi. Dengan demikian komponen asap rokok yang dihisap oleh perokok terdiri dari bagian gas (85%) dan bagian partikel. Asap rokok terdiri dari 4000 bahan kimia dan 200 diantaranya bersifat racun antara lain Karbon Monoksida (CO) dan Polycylic Aromatic hydrocarbon yang mngandung zat-zat pemicu terjadinya kanker (seperti tar, byntopyrenes, vinylchlorida dan nitrosonornicotine) (Suheni, 2007).
Tabel 4
Daftar Bahan Kimia Yang Terdapat Dalam Asap Rokok Yang Dihisap
No | Bagian partikel | Bagian Gas |
1. 2. 3. 4. 5. | Tar Indol Nikotin Karbolzol Kresol Catatan: Keseluruhan bersifat karsinogen dan iritan serta bersifat toksik yang lain | Karbon monoksida Amoniak Asam hydrocyanat Nitrogen oksida Formaldehid Catatan: Keseluruhan zat ini bersifat karsinogen, mengiritasi, racun bulu getar alat pernapasan, dan sifat racun yang lain. |
Sumber: Suheni, 2007
Komponen ini paling banyak dijumpai di dalam rokok, nikotin bersifat toksik terhadap saraf dengan stimulasi atau depresi. Nikotin merupakan aikaloid yang bersifat stimulan dan pada dosis tinggi beracun. Zat ini hanya ada dalam tembakau, sangat aktif dan mempengaruhi otak/susunan saraf. Dalam jangka panjang, nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin yang semakin tinggi untuk mencapai tingkat kepuasan dan ketagihannya. Sifat nikotin yang adiktif ini dibuktikan dengan jarang adanya jumlah perokok yang ingin berhenti merokok dan jumlah yang berhasil berhenti (Suheni, 2007).
1. Stres Kerja
Menurut Dr. Peter Tyler stress adalah perasaan tidak enak yang disebabkan oleh persoalan-persoalan di luar kendali kita, atau reaksi jiwa dan raga terhadap perubahan (Lubis, 2009:17).
Sementara itu, Kamus Psikologi karya Dr. Kartini Kartono dan Dali Gulo mendefinisikan stres sebagai berikut :
a. Suatu stimulus yang menegangkan kapasitas (daya) psikologi atau fisiologi dari suatu organisme.
b. Sejenis frustasi, dimana aktivitas yang terarah pada pencapaian tujuan telah diganggu atau dipersulit, tetapi tidak terhalang-halangi; peristiwa ini biasanya disertai oleh perasaan was-was (khawatir) dalam pencapaian tujuan.
c. Kekuatan yang ditetapkan pada suatu sistem berupa tekanan-tekanan fisik dan psikologis yang dikenakan pada tubuh dan pada pribadi.
Suatu kondisi ketegangan fisik dan psikologis disebabkan oleh adanya persepsi ketakutan dan kecemasan (Lubis, 2009:17)
Menurut Lazarus, stress merupakan bentuk interaksi antara individu dengan lingkungannya, yang dinilai individu sebagai sesuatu yang membebani atau melampaui kemampuan yang dimilikinya, serta mengancam kesejahteraannya. Dengan kata lain, stress merupakan fenomena individual dan menunjukkan respon individu terhadap tuntutan lingkungan (Lubis, 2009:17).
Gejala terjadinya stress secara umum terdiri dari dua gejala yaitu gejala fisik dan gejala psikis. Beberapa bentuk gangguan fisik yang sering muncul pada stress adalah nyeri dada, diare selama beberapa hari, sakit kepala, mual, jantung berdebar, lelah dan sukar tidur. Sementara bentuk gangguan psikis yang sering terlihat adalah cepat marah, ingatan melemah, tak mampu berkonsentrasi, tidak mampu menyelesaikan tugas, prilaku impulsive, reaksi berlebihan terhadap hal sepele, daya kemampuan berkurang, tidak mampu santai pada saat yang tepat, tidak tahan terhadap suara atau gangguan lain dan emosi tidak terkendali (Hidayat, 2009:156).
Stres pada pekerjaan cenderung menyebabkan terjadinya hipertensi berat. Stres yang terlalu berat dapat memicu terjadinya berbagai penyakit misalnya sakit kepala, sulit tidur, tukak lambung, hipertensi, penyakit jantung dan stroke (Muhammadun, 2010:47).
Menurut Smet dan Bart hampir semua orang di dalam kehidupan mereka mengalami stres berhubungan dengan pekerjaan mereka. Hal ini dapat dipengaruhi karena tuntutan kerja yang terlalu banyak (bekerja terlalu keras dan sering kerja lembur) dan jenis pekerjaan yang harus memberikan penilaian atas penampilan kerja bawahannya atau pekerjaan yang menuntut tanggungjawab bagi manusia. Stres pada pekerjaan cenderung menyebabkan hipertensi berat. Sumber stres dalam pekerjaan (stressor) meliputi beban kerja, fasilitas kerja yang tidak memadai, peran dalam pekerjaan yang tidak jelas, tanggungjawab yang tidak jelas, masalah dalam hubungan dengan orang lain, tuntutan kerja dan tuntutan keluarga (Suheni, 2007).
Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya, beban yang dimaksud adalah fisik, mental atau sosial. Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungannya dengan beban kerja. Mungkin diantara mereka lebih cocok untuk beban fisik, mental atau sosial. Namun sebagai persamaan yang umum, mereka hanya mampu memikul beban sampai suatu saat tertentu. Bahkan ada beban yang dirasa optimal bagi seseorang. Inilah maksud penempatan seorang tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat atau pemilihan tenaga kerja tersehat untuk pekerjaan yang tersehat pula. Derajat tepat suatu penempatan meliputi kecocokan pengalaman, keterampilan dan motivasi (Suma’mur, 1996:48).
Kapasitas kerja adalah kemampuan seseorang untuk menyelesaikan pekerjaannya pada waktu tertentu. Kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda dari satu kepada yang lainnya dan sangat tergantung kepada ketrampilan, keserasian (=fittness), keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan ukuran-ukuran tubuh. Semakin tinggi keterampilan kerja yang dimiliki, semakin effisien badan dan jiwa bekerja, sehingga beban kerja menjadi relative sedikit. Kesegaran jasmani dan rohani adalah penunjang penting produktivitas seseorang dalam kerjanya. Kesegaran jasmani dan rohani tidak saja pencerminan kesehatan fisik dan mental, tetapi juga gambaran keserasian penyesuaian seseorang dengan pekerjaanya, yang banyak dipengaruhi oleh kemampuan, pengalaman, pendidikan dan pengetahuan yang dimilikinya. Tingkat gizi, terutama bagi pekerja kasar dan berat adalah faktor penentu derajat produktifitas kerjanya. Beban kerja yang terlalu berat sering disertai penurunan berat badan (Suma’mur, 1996:50).
Waktu kerja bagi seseorang menentukan kesehatan yang bersangkutan, efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerjanya. Aspek terpenting dalam hal waktu kerja meliputi lama seseorang mampu bekerja dengan baik, hubungan antara waktu kerja dan istirahat, waktu bekerja sehari menurut periode waktu yang meliputi siang hari (pagi, siang, sore) dan malam hari. Jam kerja yang diharuskan adalah 6-10 jam setiap harinya. Sisanya (14-18 jam setiap harinya) digunakan untuk keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain. Dalam satu minggu seseorang bekerja dengan baik selama 40-50 jam, lebih dari itu terlihat kecenderungan yang negatif seperti kelelahan kerja, penyakit dan kecelakaan kerja (Suma’mur, 2009: 362).
2. Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Hipertensi
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat segera setelah menghisap hisapan pertama. Nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru-paru dan disebarkan ke seluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi nikotin untuk sampai ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal kepada kelenjar adrenal untuk melepaskan Epinephrine (adrenaline). Hormon yang sangat kuat ini menyempatkan pembuluh darah, sehingga memaksa jantung untuk memompa lebih keras di bawah tekanan yang lebih tinggi (Gardner, 2007:41).
Setelah merokok dua batang rokok saja, tekanan sistoli dan tekanan diastolik meningkat rata-rata 10 mmHg. Tekanan darah tetap pada tingkat ini sekitar 30 menit setelah selesai merokok. Saat efek nikotin hilang, tekanan darah berangsur-angsur turun. Namun demikian, jika anda perokok berat, tekanan darah tetap pada tingkat yang lebih tinggi sepanjang hari (Gardner, 2007:41).
Di samping meningkatkan pelepasan adrenalin, merokok juga menimbulkan berbagai efek lain yang merugikan. Bahan-bahan kimia dalam tembakau dapat merusak dinding-dinding dalam arteri, sehingga membuatnya lebih rentan terhadap akumulasi kolestrol yang mengandung endapan-endapan lemak (plak) yang menyebabkan penyempitan pada arteri. Tembakau juga memicu pelepasan hormon-hormon yang menyebabkan tubuh mempertahankan cairan. Kedua faktor ini, penyempitan arteri dan peningkatan cairan dapat menyebabkan tekanan darah tinggi (Gardner, 2007:42).
3. Hubungan Stress kerja Dengan Kejadian Hipertensi
Hormon adrenaline dan kortisol yang dilepaskan selama periode stress meningkatkan tekanan darah dengan menyebabkan vasokonstriksi (penyempitan pembuluh darah) dan meningkatkan detak jantung (Gadner, 2007:60).
Peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh stress berbeda-beda. Pada setiap orang, stress menyebabkan hanya sedikit peningkatan tekanan darah. Pada sebagian orang yang lain stress dapat menyebabkan lompatan-lompatan yang ekstrem dalam tekanan darah. Meskipun efek stres biasanya hanya bersifat sementara, jika mengalami stress secara teratur, peningkatan tekanan darah yang ditimbulkannya, suatu waktu, dapat merusak arteri, jantung, otak, ginjal dan mata kita, persis sebagaimana hanya dengan tekanan darah tinggi yang terus-menerus (Gadner, 2007:60).
Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis yang merangsang pengeluaran hormon adrenalin. Hormon ini dapat menyebabkan jantung berdenyut lebih cepat dan menyebabkan penyempitan kapiler darah tepi. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Saraf simpatis di pusat saraf pada orang stress atau mengalami tekanan mental bekerja keras. Biasa dimaklumi mengapa orang yang stress atau mengalami tekanan mental jantungnya berdebar-debar dan mengalami peningkatan tekanan darah. Hipertensi akan mudah muncul pada orang yang sering stress dan mengalami ketegangan pikiran yang berlarut-larut (Muhannadun, 2010:57).
baca selengkapnya pada link di bawah ini :
http://www.scribd.com/doc/49996298/Pengaruh-Kebiasaan-Merokok-Dan-Stres-Kerja-Terhadap-Kejadian-Hipertensi-Pada-Petugas-Bandara-Usia-40-Tahun-Keatas-Di-Sentani-Tahun-2010